Halaman

"Memang Baik Menjadi Orang Penting, Tapi Jauh Lebih Penting Menjadi Orang Baik" (Ebet Kadarusman)

Jumat, 02 Juli 2010

MENCINTAI TAK SELALU HARUS MEMILIKI

Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS At Taubah : 24)

Ada sebuah telaga indah. Airnya sejuk, jernih dan tenang. Permukaannya pun berkilauan, bukan karena terkena sinar rembulan namun batu-batu pualam di dalamnya telah banyak memancarkan cahaya keindahan. Kedamaian selalu menyelimuti telaga tersebut, hanya sangat disayangkan telaga itu berada di tengah hutan yang susah untuk dijangkau karena diliputi belukar dan semak berduri. Juga pepohonan tinggi dan binatang buas siap menghadang jika kesana. Siapapun yang sanggup untuk menembusnya, raja rimba pun sepertinya akan mampu untuk ditundukannya.

Telaga itu adalah hati nurani, yang selalu menyerukan ketentraman batin. Kesejukan airnya memberi makna yang sangat berarti bagi hidup kita. Sementara rimba yang lebat, belukar semak berduri serta binatang buas adalah wujud fikiran, emosi, hawa nafsu dan persepsi duniawi yang selalu menghalangi jalannya. Tanpa disadari ia dapat saja melukai, sementara jika kita sabar dengan luka-luka itu maka kebahagiaan diujung hati sudah siap menanti.

Terselip sebagian dalam relung hati, Allah Swt menitipkan satu sifat yang dimiliki oleh segenap makhluq yang namanya manusia. Sifat itu ialah cinta, sifat yang menjadikan manusia memiliki semangat untuk ingin menguasai dan memiliki sesuatu dalam kehidupannya. Dalam banyak hal manusia cenderung ingin menguasai dan memiliki sesuatu serta tidak mau kehilangan dengan sesuatu yang telah dimilikinya itu.

Umumnya manusia tidak mau melepaskan cintanya terhadap apa yang menjadi miliknya. Seorang yang memiliki harta akan sangat cinta kepada hartanya sehingga ia begitu khawatir harta itu lepas dari genggamannya. Seorang yang memiliki anak atau keluarga akan sangat cinta kepada anak atau keluarganya sehingga ia begitu khawatir akan kehilangan mereka. Demikian juga halnya dengan tempat tinggal, kendaraan dan lain sebagainya. Kecintaan seperti ini dapat membuat seseorang dipengaruhi kuat oleh apa yang dicintainya. Ketika sesuatu yang dicintainya itu mengikatnya, maka ia akan menjadi sesuatu yang harus diikutinya, dipatuhinya bahkan menghamba padanya. Naudzubillah.

Oleh karena itu, menyadari bahwa hakekat kepemilikan hanya ada ditangan Allah Swt maka apapun yang ada dalam benak kita untuk memilikinya tidaklah mutlak adanya. Kepemilikan pada diri kita adalah kepemilikan yang bersifat sementara. Harta, anak, jabatan, pekerjaan dan lain sebagainya hanya sebatas titipan yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapanNya.
Kepemilikan atas diri kita juga akan selalu datang dan pergi silih berganti seiring dengan takdir yang sudah ditentukan oleh Allah Swt. Kadang hari ini kita tidak memiliki apa-apa, tapi karena Maha Rahman dan Rahimnya Allah Swt maka secara tidak diduga kita bisa mendapatkan sesuatu dalam bentuk rizki yang tidak disangka-sangka.

Kadang kala kita juga memiliki sesuatu atau seseorang yang sangat kita cintai dan kita sayangi dengan terpaksa kita harus berlapang dada ketika takdir Allah menentukan ia harus berpisah dengan kita. Kita tak akan berdaya, saat semua keputusan Allah sudah ditetapkan atas diri kita.

Oleh karena itu mencintai sesuatu atau seseorang didunia ini harus apa adanya. Cinta pada seseorang, pada pekerjaan, pada harta dan pada keluarga yang berlebihan akan membuat diri kita kecewa apabila kehilangannya dan akan terjebak pada kemusyrikan jika melabihi cintanya pada Allah Swt.

Cintailah segala sesuatu dengan kemampuan mencintai apa adanya. Karena ia memang bukan milik kita sepenuhnya maka jangan paksakan diri kita untuk memiliki atau menguasainya. Ada kepemilikan mutlak yang tidak mungkin kita tolak, yaitu kepemilikan Sang Maha Pemilik Allah Swt. Kesadaran seperti ini akan membuat diri kita semakin Qonaah (menerima apa adanya) dari karunia yang diberikanNya kepada kita dan membuat kita semakin teruji sebagai orang-orang yang sabar. Kita sebagai makhluq yang sudah ditentukan rizkinya, kehidupannya dan jodohnya tak akan disia-siakan oleh pencipta kita seandainya kita yakin dengan itu semua. Tinggal masalahnya adalah sudahkah kita selalu berprasangka baik kepada Allah Swt yang selalu berprasangka baik kepada hamba-hambaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar